Jumat, 26 November 2010

GUBERNUR KALTIM BERI KULIAH PERDANA SEKOLAH JURNALISME

Samarinda (10/11)- Gubernur Kaltim Dr Awang Faroek Ishak memberikan kuliah perdana di Sekolah Jurnalisme Indonesia (SJI) Kaltim, kuliah perdana itu digelar di
Samarinda, tepatnya di Ruang Rahui Rahayu, kantor gubernur setempat, Rabu.

Menurut gubernur, industri media massa atau industri pers di Indonesia dalam tiga dekade terakhir mengalami perkembangan cukup pesat.

Dia mencontohkan, TVRI yang hingga era sekitar 1980 masih merupakan satu-satunya stasiun siaran televisi di Indonesia, namun pada dekade yang sama harus rela melepas status monopolinya karena hadirnya sejumlah televisi swasta.

Saat ini, lanjutnya, tercatat di Dewan Pers terdapat lebih dari 30 ribu wartawan Indonesia yang bekerja di 3.000 lebih media cetak. Media cetak tersebut tersebar di 33 provinsi, dan lebih 400 kabupaten/kota yang memiliki media cetak lokal.

Di samping itu, tercatat juga lebih dari 2.000 stasiun siaran radio swasta dan komunikasi, ditambah belasan stasiun pemancar televisi berskala nasional, serta puluhan stasiun pemancar televisi lokal.

Dia melanjutkan, para ilmuwan komunikasi dan media massa meyakini, bentuk tertua dari media cetak atau jurnal dimulai dari massa Kekaisaran Romawi yang disebut Acta
Diurna atau Pengumuman Tertulis dari kaisar yang ditempel di dinding-dinding, pengumuman itu agar diketahui rakyat.

Sejarah jurnalistik juga mencatat, pers baru dimulai ketika Guttenberg menemukan tehnologi mesin cetak yang pertama, meskipun di peradaban Cina tua telah menemukan tinta sebagai perangkat tehnologi tulis jauh sebelum Guttenberg muncul dengan mesin cetaknya.

Sedangkan cikal bakal disiplin ilmu komunikasi baru muncul pada era 1920, ketika Walter Lippmann membuat penelitian dan menulis buku tentang opini publik dan komunikasi politik.

Namun situasi Perang Dunia I dan krisis besar perekonomian dunia yang disebut Malaise, secara otomatis membuat terhentinya perkembangan akademik disiplin ilmu komunikasi termasuk jurnalistik.

“Menjelang Perang Dunia II atau sekitar 1942, barulah para ilmuwan meneliti dan menerbitkan temuan mereka, seperti Frank Luther Mott dari Amerika yang meneliti tentang trend isi surat kabar pada masa itu,” kata Awang Faroek Ishak. (far)